Cerita dari seorang teman yang dikirimkan via Facebook saya tuangkan dalam blog ini.
Sebuah kisah diceritakan seorang ibu yang ingin mencurahkan perasaan hati , soal pengalaman spiritual yang didapat saat menunaikan ibadah haji kemarin bersama sang suami. Pengalaman bathiniah yang nyata namun menjadi tanda tanya dalam kalbunya soal doa yang dipanjatkan setelah thawaf di pintu kabah yang disebut Multazam khususon buat ketujuh ananda putra putri tercintanya yang sudah dewasa yang diharapkan akan dikabulkan dan menjadi karunia tak terhingga, perasaan hati yang begitu kecil dihadapan Allah SWT kabarnya apapun doa yang sungguh-sungguh kita panjatkan pada ilahi robbi pada saat di tanah suci senantiasa mustajab dan diijabah.
Satu- persatu nama ketujuh anaknya disebut, satu persatu juga mereka didoakan semoga bahagia mendapat kemuliaan dunia akhirat, satu persatu pula beliau bayangkan wajah para ananda dengan khusuk. Tak lama dalam pejaman mata yang bertitik air mata sekelebat bayangan wajah putra ketiga dan keempat tampak jelas dipelupuk mata bibir, mereka tersenyum . Alangkah bahagia sang bunda, namun kelima putra putri yang lain tak nampak. Sekali lagi mencoba membayangkan wajah-wajah itu, khusus pula untuk putri keenam yang berjasa memberikan setengah ONH untuk mereka berdua. Namun lagi-lagi yang tampak hanya wajah putra ketiga dan keempat yang muncul. Sang ibu heran, mengapa hanya mereka berdua yang datang dalam bayangan, sedangkan yang lain tidak?
Jawaban atas pertanyaan itu ada pada diri ibu itu sendiri, beliaulah yang paling tahu.
Putra pertama seorang pria mapan dalam karier di sebuah BUMN ternama, paling rajin mengirimkan uang saku bulanan, namun perhatiannya kurang karena jarak yang jauh.
Putri kedua, ibu rumah tangga biasa yang mengikuti suami, selalu meminta dan tak pernah memberi namun tak pernah membantah perkataan ibu-bapanya.
Putra ketiga, PNS sebuah instansi pemerintah santun dan penyabar. Tidak selalu memberikan bantuan materi namun selalu bisa diandalkan pada saat kritis.
Putra keempat, pegawai biasa namun rumah tinggal mereka saling berdekatan.
Putri kelima, pegawai Bank pemerintah yang memiliki suami mapan namun kurang perhatian dan kurang peduli.
Putri keenam, seorang pegawai swasta yang paling banyak memberikan kontribusi materi sehari-hari buat mereka setelah pensiun, malah hampir seluruh ongkos naik haji ditanggung sebagai kecintaan terhadap orang tuanya.
Putri ketujuh, seorang ibu ibu rumah tangga yang dinilai baru mandiri dan jarang pula memberikan materi karena dinilai belum cukup mapan.
Putra ketiga hadir dalam khusu doa sang ibu karena beberapa kali memberikan bantuan uang pada saat dibutuhkan. Beliau ingat ketika dulu sedang bingung harus membayarkan uang sekolah dan kuliah anak keempat, kelima dan keenamnya sang putra ketiga tiba-tiba mengirimkan wesel pas sebanyak yang dibutuhkan! uang itu ternyata dari uang honor pertama kerja setelah lulus kuliah dan hampir seluruhnya dikirimkan, luar biasa.
Putra keempat hadir pula dalam doa, biarpun tak memberikan materi namun selalu ada menemani orang tuanya ketika dibutuhkan, membantu memperbaiki alat yang rusak, mengantar bepergian atau merawat ketika sakit karena rumah tinggal mereka yang saling berdekatan.
Mungkin itulah jawabannya, hanya sang ibu sendiri yang tahu dari lubuk hati yang paling dalam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar